Follow my IG: lukas_setiaatmaja
IG: hungrystock
Pembaca tentu masih ingat booming property yang melanda Jakarta dan sekitar di periode 2009 – 2014. Harga property di daerah Alam Sutera, Serpong dan Bintaro melambung tinggi. Harga property selama periode booming tersebut naik rata-rata 30 hingga 40 persen per tahun. Meskipun tidak membeli property, ternyata LKH ikut menikmati keuntungan dari kenaikan harga property. Koq bisa? LKH berinvestasi pada saham perusahaan property. Keuntungan yang ia peroleh di pasar saham bahkan jauh melebihi investor yang membeli property.
IG: hungrystock
Pembaca tentu masih ingat booming property yang melanda Jakarta dan sekitar di periode 2009 – 2014. Harga property di daerah Alam Sutera, Serpong dan Bintaro melambung tinggi. Harga property selama periode booming tersebut naik rata-rata 30 hingga 40 persen per tahun. Meskipun tidak membeli property, ternyata LKH ikut menikmati keuntungan dari kenaikan harga property. Koq bisa? LKH berinvestasi pada saham perusahaan property. Keuntungan yang ia peroleh di pasar saham bahkan jauh melebihi investor yang membeli property.
LKH membeli saham PT. Lippo Cikarang, Tbk (LPCK)
sekitar awal Juni 2011 di harga Rp600. Berdasarkan Laporan Keuangan per akhir
Maret 2011, nilai buku per saham LPCK adalah Rp853 dan laba bersih per saham
(Earnings Per Share) adalah Rp43,75 per kwartal. Jika dihitung setara dengan setahun,
laba bersih per saham sekitar Rp175 (dari Rp43,75 dikali 4 kwartal). Dengan
harga beli Rp600, Price Earnings Ratio adalah hanya 3,4 kali dan Price to Book
Value (PBV- yakni harga pasar saham dibagi nilai buku per saham) hanya 0,7 kali.
Selain itu, LPCK memiliki land bank yang cukup besar.
LKH juga mempertimbangkan fakta bahwa harga pasar
tanah sudah naik banyak dibandingkan dengan nilai tanah yang tercatat di
laporan Keuangan. Karena PER lebih kecil dari 5 kali dan PBV lebih kecil dari 1
kali, LPCK memenuhi kriteria LKH sebagai saham salah harga alias kemurahan
(undepriced). LKH-pun tidak ragu membelinya.
Karena saham LPCK pada waktu itu tidak terlalu likuid,
awalnya LKH membelinya secara perlahan-lahan di pasar reguler. Kemudian datang
kesempatan membeli dalam jumlah besar secara cepat ketika pialang saham LKH
menawarkan 25 juta saham LPCK milik Mr. X, klien besarnya. Mr. X ingin melepas
saham ini karena kurang likuid.
LKH juga mempertimbangkan faktor likuiditas sahamini,
sehingga hanya bersedia membeli 15 juta saham LPCK. Sisanya akhirnya dijual
oleh Mr.X ke pasar reguler. Belakangan LKH membeli lagi saham LPCK di pasar
regular sebanyak 1 juta lembar. Total ia memiliki 16 juta saham LPCK.
Seperti biasa, nasib baik menaungi perjalanan LKH
mendulang cuan di pasar saham. Baru disimpan 8 bulan, saham LPCK naik tinggi
karena harga property di Jakarta dan sekitarnya mulai melambung tinggi. LKH
menjual semua saham LPCK pada harga Rp2.400, dan meraup keuntungan 300 persen
dalam waktu 8 bulan. Total keuntungan yang dinikmati LKH dari investasi 16 juta
saham LPCK adalah Rp29 milyar.
Setelah LKH menjual sahamnya, ternyata booming
property belum berakhir. Harga property terus naik tinggi, dan tentu saja harga
saham LPCK ikut terus melambung. Pada Juni 2013, harga saham LPCK mencapai
Rp10.300. Bahkan pada April 2015, harga LPCK menyentuh Rp12.125. Bayangkan
keuntungan yang bisa diraup seandainya LKH tidak menjual di harga Rp2.400.
Namun LKH tidak menyesalinya. “Saya mensyukuri sudah memperoleh capital gain
sebesar 300 persen dalam tempo hanya 8 bulan,” kata LKH. Sebuah sikap yang
patut diteladani oleh para investor, yaitu selalu mensyukuri keuntungan yang
diperoleh, bukan menyesali keuntungan yang tidak bisa diperoleh. Harga saham
LPCK per 8 September 2017 adalah Rp4.650.
Comments
Post a Comment