Skip to main content

LO KHENG HONG DAN SAHAM BUMI (PART 1)


Follow my IG: lukas_setiaatmaja
IG: hungrystock


Minggu ini kita akan belajar bagaimana LKH mebuat cuan dari berinvestasi pada saham perusahaan batubara. Dua tahun terakhir ini banyak investor/trader saham yang tahu LKH pernah memiliki saham PT. Bumi Resources, Tbk (BUMI). Maklumlah, LKH mengoleksi BUMI dalam jumlah yang cukup besar dalam jumlah cukup besar. Apalagi setelah saham BUMI turun terus sejak Maret 2013 dan sempat pingsan di harga terendah Rp50 pada periode Agustus 2015 s/d Juni 2016. Mereka sering mengaitkan LKH dengan saham BUMI yang harganya tinggal gocap (Rp50). Saya akan menulis tentang kisah ini minggu depan.

Banyak yang tidak tahu bahwa LKH pernah membeli saham BUMI sebelumnya, yakni pada Januari 2009. Mari kita belajar bagaimana LKH memanfaatkan kesempatan yang dilahirkan oleh Krisis finansial global (subprime mortgage crisis) tahun 2008. Harga saham BUMI mulai naik sejak awal 2007 (Rp 900), mencapai puncaknya pada awal Juni 2008 (Rp8.750). Awal 2008 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih di level 2.830. Akibat krisis finansial, pada bulan Oktober 2008, IHSG sudah menyentuh 1.111. Padahal kinerja perusahan-perusahaan publik di Indonesia sebenarnya masih bagus, namun tetap terimbas karena aliran dana asing yang keluar dari Bursa efek Indonesia secara masif.

Ketika IHSG turun tajam, LKH memiliki saham PT. Astra Otoparts, Tbk (AUTO), anak perusahaan PT. Astra International, Tbk (ASII) yang memproduksi komponen mobil dan sepeda motor. Karena saham AUTO ini termasuk yang kurang likuid alias jarang ditransaksikan oleh investor, harganya tidak turun. “Saya ingin menjual saham saya yang tidak turun harganya ini untuk ditukar dengan saham-saham yang harganya turun tajam,” LKH menjelaskan,“Tapi saya kesulitan menjual saham AUTO karena tidak ada investor yang memasang posisi beli.” 

Untung LKH teringat dengan salah satu pialang sahamnya yang memiliki klien PT. Astra International, Tbk (ASII). LKH lalu minta tolong pialang tersebut untuk menawarkan saham AUTO kepada ASII. LKH tahu bahwa ASII rajin membeli saham-saham AUTO. Ternyata mereka bersedia membeli saham AUTO pada harga pasar/wajar. LKH senang sekali dan segera menggunakan uang hasil penjualan saham AUTO untuk membeli 12,5 juta saham BUMI di harga Rp510 pada Januari 2009. Ia tertarik dengan saham BUMI karena harganya sudah turun 95 persen. Skenarionya, jika krisis finansial berlalu dan harga batubara naik kembali, harga saham BUMI bisa melesat.

Skenario bagus inilah yang terjadi setelah LKH membeli saham BUMI. Ia memegang saham BUMI selama 8 bulan dan menjualnya pada harga Rp3.300, meraup keuntungan 550 persen. LKH berhasil menyulap modal Rp6,4 milyar menjadi Rp41,3 milyar dalam tempo hanya 8 bulan. Ia menjual saham BUMI karena merasa harga saham BUMI telah naik cukup tinggi, sehingga ada kekhawatiran harganya bisa turun lagi. LKH selalu ingat nasehat gurunya, Warren Buffett, “Be fearful when others are greedy, and greedy when others are fearful”. Apakah LKH tidak khawatir dengan isu tata kelola korporasi (corporate governance) di BUMI? “Pada waktu itu, tidak ada masalah dengan corporate governance BUMI,” tegas LKH.

Ada cerita menarik dibalik kesuksesan LKH di saham BUMI. Pada saat ia membeli saham BUMI, seorang sahabatnya, sebut saja Mr. Polan ikut membeli juga. Namun saat LKH menjual saham BUMI, Mr. Polan tidak ikut menjual. Ia malahan membeli terus saham BUMI karena sangat percaya saham BUMI akan kembali ke Rp8.750. Sejarah mencatat bahwa saham BUMI hanya bisa naik sampai Rp3.450 di April 2011, lalu turun dan tidak pernah kembali ke titik tersebut. Saat ini harga saham BUMI adalah Rp370. LKH sendiri, paska menjual saham BUMI sebenarnya sempat ingin membeli kembali saham AUTO namun tidak berhasil karena saham AUTO memang tidak likuid. 

Pelajaran yang bisa dipetik, investor saham tidak boleh ‘serakah” dan harus tahu kapan merealisasi keuntungan sembari mengucap syukur. Saat LKH merasa sudah cukup dengan keuntungan 550 persennya, Mr. Polan masih memimpikan keuntungan yang jauh lebih besar. LKH dan Mr. Polan pernah bersama di posisi yang sama, yakni saham mereka sudah untung milyaran rupiah. Bedanya LKH sukses merealisasi keuntungan tersebut, Mr. Polan gagal.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

LO KHENG HONG-FIRST BIG RETURN

Syahdan, ada seorang investor saham bernama Lo Kheng Hong (LKH). Ia berasal dari keluarga yang tidak mampu. Tahun 1989, saat berusia 30 tahun, ia mulai berinvestasi saham sembari bekerja di bank. Tujuh tahun kemudian ia berhenti bekerja dan fokus berinvestasi saham. Kini ia telah sukses, dan dijuluki Warren Buffett of Indonesia. Mari kita belajar sejurus dua jurus dari “pendekar saham” yang rendah hati ini. Ciaaaaat! Jakarta, pertengahan Mei 1998. Gelombang kerusuhan rasial, krisis finansial dan gejolak politik menghanyutkan harga-harga saham di Bursa Efek Jakarta ke titik terendah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah turun sekitar 40% dibanding pada tahun 1997.    Kondisi suram penuh ketidakpastian ini berlanjut hingga 1999. Ketika mayoritas investor kabur dari bursa saham, menjual murah saham mereka secara panik, LKH justru sibuk mencari peluang membeli saham bagus dengan harga super diskon. Ia menganalisis laporan keuangan beberapa perusahaan yang harganya sudah jatuh

LO KHENG HONG DAN ANAK AYAM

Minggu lalu kita sudah belajar dari LKH bagaimana memanfaatkan krisis finansial sebagai batu loncatan untuk kaya. Ternyata krisis memiliki dua sisi: ancaman dan kesempatan. Bagi LKH krisis finansial 1998 membuka peluang untuk membeli saham PT. United Tractor, Tbk (UNTR) dengan harga super murah.  Namun salah jika kita berpikir bahwa saham super murah hanya bisa ditemukan saat krisis finansial. Setidaknya LKH membuktikan bahwa setelah mendapat cuan (profit) luar biasa dari saham UNTR, ia bisa menemukan saham sejenis pada kondisi bukan krisis finansial. Salah satunya adalah saham  PT Multibreeder Adirama Indonesia, Tbk (MBAI). MBAI adalah perusahaan multinasional yang bergerak di bidang usaha pembibitan ayam, dengan hasil produk utamanya DOC ( Day Old Chicks ) alias anak ayam yang baru menetas. Mayoritas saham MBAI (sekitar 73 persen) dimiliki oleh PT. Japfa Comfeed Indonesia, Tbk (JPFA), perusahaan yang berbisnis pakan ternak hingga daging ayam.  LKH tertarik membeli s

LO KHENG HONG DAN SAHAM PROPERTY

Follow my IG: lukas_setiaatmaja IG: hungrystock  Pembaca tentu masih ingat booming property yang melanda Jakarta dan sekitar di periode 2009 – 2014. Harga property di daerah Alam Sutera, Serpong dan Bintaro melambung tinggi. Harga property selama periode booming tersebut naik rata-rata 30 hingga 40 persen per tahun. Meskipun tidak membeli property, ternyata LKH ikut menikmati keuntungan dari kenaikan harga property. Koq bisa? LKH berinvestasi pada saham perusahaan property. Keuntungan yang ia peroleh di pasar saham bahkan jauh melebihi investor yang membeli property. LKH membeli saham PT. Lippo Cikarang, Tbk (LPCK) sekitar awal Juni 2011 di harga Rp600. Berdasarkan Laporan Keuangan per akhir Maret 2011, nilai buku per saham LPCK adalah Rp853 dan laba bersih per saham (Earnings Per Share) adalah Rp43,75 per kwartal. Jika dihitung setara dengan setahun, laba bersih per saham sekitar Rp175 (dari Rp43,75 dikali 4 kwartal). Dengan harga beli Rp600, Price Earnings Ratio adalah